Senin, 04 Agustus 2008

PERDEBATAN COST RECOVERY JADI HAMBATAN DALAM INVESTASI SEKTOR MIGAS

Usulan untuk menekan cost recovery sebesar 15% bisa menjadi salah satu faktor penyebab makin kurang menariknya investasi migas di Indonesia. Dikhawatirkan pengurangan cost recovery pada akhirnya akan memangkas biaya eksplorasi yang akan diikuti dengan penurunan produksi minyak nasional secara tajam di kemudian hari. Demikian diungkapkan Deputi Operasi BPMIGAS Eddy Purwanto di Jakarta, Jumat (1/8).
“Sebenarnya sah-sah saja bila DPR atau siapapun ingin penurunan cost recovery karena pengendalian cost memang sangat perlu. Namun perlu diingat juga bahwa saat ini rata-rata cost recovery di Indonesia adalah sebesar 23% dari revenue dan bila ditekan sebesar 15% maka pencapaian cost recovery menjadi 19%,” kata Eddy.
Profesor Ong Han Ling dari ITB, mengutip hasil studi Johnston , menyimpulkan besaran cost recovery yang wajar di dunia adalah sebesar 40%. Perhitungan ini didasarkan pada kenyataan bahwa 75% PSC di dunia mempunya cost recovery antara 40-60%. Menurut Johnston, jika cost recovery ditekan menjadi 20% maka hal itu dianggap ‘cruel’.
“Apabila Indonesia tetap memaksakan penekanan cost recovery menjadi 19%, besar kemungkinan Indonesia menjadi tidak menarik lagi bagi investor,” ujar Eddy.
Lebih lanjut Eddy mengatakan jika perusahaan-perusahaan diminta untuk mengurangi cost recovery dibawah batas kewajaran, maka secara otomatis biaya yang akan dikurangi adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produksi, seperti eksplorasi. Padahal untuk menggantii cadangan migas yang diproduksi, Indonesia membutuhkan biaya eksplorasi sebesar US$ 3 - 4 miliar per tahun, dengan perhitungan success ratio eksplorasi sebesar 10-20%.
“Bila kegiatan eksplorasi terpaksa dipangkas, dapat dipastikan kemunduran industri migas di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang,” tutur Eddy.
Menurut Eddy, dengan pengalaman lebih dari 100 tahun mengelola sumber alam migas, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara yang paling efisien. Biaya produksi dan finding cost migas Indonesia adalah satu yang termurah di seluruh dunia.
“Sekali lagi, biaya yang murah dan ketersediaan cadangan tidak cukup untuk menarik minat investor. Untuk memperbaiki iklim investasi agar lebih menarik tidak hanya merupakan tanggung jawab sektor migas saja tetapi juga merupakan tanggung jawa semua sektor, sehingga sektor migas diharapkan dapat diandalkan untuk menopang APBN,” kata Eddy. *** (BP MIGAS)

Tidak ada komentar: